Menyoal Bullying di Kedokteran: Mengapa Senioritas Masih Langgeng?
Kematian dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, masih jadi tanya. Ia ditemukan overdosis obat, tapi diduga ada unsur senioritas dan perundungan(bullying).
Pihak kepolisian menyebut, Aulia menyuntikkan obat penenang ke tubuhnya. Dia dipastikan meninggal akibat overdosis obat Roculax, jenis obat anestesi peregang otot saat tindakan operasi.
Hanya saja, yang menarik dari kasus ini adalah polisi menemukan buku catatan harian Aulia. Catatan harian itu mengungkapkan kesulitannya selama kuliah kedokteran. Ia pun menyinggung perlakuan senior-seniornya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilihan Redaksi
|
Namun, psikolog Alva Paramitha menyebut, bullyingbelum tentu dilakukan senior atau berkaitan dengan senioritas. Hanya saja, senioritas bisa saja berujung pada bullying.
"Bedanya apa senioritas dan bullying? Saya membedakannya dari tingkat ketidaknyamanan, ada intimidasi, korban merasa bahwa posisinya jadi terancam. Kalau dibilang senioritas bisa berujung ke bullying, bisa, dengan ada itu tadi," jelas Alva saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (20/8).
Kasus serupa yang dialami Aulia tidak sekali dua kali terjadi di Indonesia. Sejumlah kasus senioritas dan bullyingkerap terjadi dan tak jarang viral.
Hal ini pun seolah menunjukkan bahwa senioritas adalah budaya yang cukup mengakar di Indonesia.
Alva berpendapat, kelanggengan budaya senioritas di Indonesia tak lepas dari fakta bahwa dulu negara ini pernah mengalami penjajahan. Budaya feodal yang berlaku pada masanya juga masih kental dirasakan dan tanpa sadar dipraktikkan.
"Kita diajarkan untuk menghormati yang lebih tua, yang lebih tua [dan berpengalaman atau senior] selalu benar. Saya rasa ini rasa solidaritas yang salah. Prinsip orang tua [senior] yang selalu benar mungkin tidak lepas dari lama kita dijajah dan ada budaya feodal," katanya.
![]() |
Alva juga menyoroti budaya senioritas di tempat kerja yang sangat berdampak terhadap pekerjanya.
Dampak yang paling kentara adalah dalam hal kompetisi. Senioritas bisa memicu persaingan yang tidak sehat. Peluang buat yang lebih muda tertutup karena otomatis perlu memberikan jalan buat yang sudah senior.
"Yang junior, mau enggak mau melihat kompetisi jadi lebih tertutup, enggak percaya diri karena di atas masih ada senior, tidak ada daya juang karena menunggu seniornya lengser dulu," imbuhnya.
Melihat kasus yang terjadi pada Aulia, Alva melihat ada dugaan bahwa senioritas telah mengarah pada bullying.
Menurut Alva, senioritas yang sudah menjadi ketidaknyamanan dan mengintimidasi korban bisa sampai berakibat fatal seperti kasus Aulia.
Terlebih, saat budaya senioritas telah sampai pada kekerasan fisik, efeknya bisa berlipat ganda.
Lihat Juga :![]() |
Membangun relasi sehat senior - junior
Alva mengatakan, senioritas ibarat sesuatu yang diwariskan dari generasi ke generasi. Mata rantai senioritas perlu diputus, salah satunya dengan mengawinkan budaya Timur dan nilai-nilai baru yang lebih relevan.
"Kebudayaan yang kita miliki, kebudayaan Timur di mana sama orang [yang lebih] tua lebih menghormati, tapi bukan berarti senior akan menindas, intimidasi. Senior juga harus terbuka, sama-sama menerima kalau ada kekurangan, belajar hal baru dari junior," kata Alva.
Instansi, kata dia, perlu memberikan ruang persaingan yang sehat dan menguntungkan.
Menurutnya, trainingbaik untuk senior maupun junior layak dilakukan dalam rangka penyamarataan kemampuan sehingga memicu kompetisi yang sehat.
Proses team buildingdi mana senior dan junior dipertemukan dalam suasana lebih akrab juga perlu dilakukan. Dalam hal ini, senior dan junior bisa sama-sama berkontribusi dan memiliki peran yang seimbang.
"Di situ akan mulai punya mindsetenggak perlu ada kata senior dan junior," imbuhnya.
(els/asr)(责任编辑:百科)
- Heboh! Mario Dandy Bisa Lepas dan Pasang Borgol Sendiri, IPW: Polda Metro Jaya Hati
- Cukup 30 Menit, Rasakan 5 Manfaat Berjalan Kaki Rutin Tiap Hari
- Menhub Dudy Pastikan Kelancaran Arus Balik Lebaran 2025
- Cuaca Buruk Desember, Warga RI Jangan Liburan ke Daerah
- Alasan Keluarga Brigadir J Baru Melaporkan Hilangnya Rp 200 Juta Terungkap
- 10 Rekomendasi Destinasi Wisata 2025 CN Traveler, Alaska hingga Kuba
- Jangan Berlebihan, Ini 3 Efek Samping Makan Salak
- Sering Dianggap Sama, Kenali Beda Diabetes dan Prediabetes
- Dikabarkan Gabung ke Partai PPP, Begini Tanggapan Sandiaga Uno
- Pasar Ngadiluwih Kediri Dibongkar, Revitalisasi Dimulai Maret 2025
- Hasto Kristiyanto Jalani Sidang, Pendukung Teriakkan ‘Merdeka!’
- Utut Ungkap Pesan Megawati Terkait RUU TNI: Jangan Sampai Orba
- Peneliti BRIN Ancam Bunuh Warga Muhammadiyah, Bareskrim Ambil Tindakan
- 7 Hormon yang Dilepas Selama Bercinta, Picu Campur Aduk Rasa
- Terduga Anak Pejabat DJP Kemenkeu Lakukan Penganiayaan dan Penculikan Anak
- FOTO: Kala Yunani Panen Buah Zaitun, Penyangga Hidup di Masa Paceklik
- Antusiasme Luar Biasa ke SUV Xiaomi YU7: Rp555 Juta!
- Prabowo Bakal Pimpin Sidang Kabinet Paripurna Hari Ini
- Polri Perluas Pencarian Pilot Susi Air yang Disandera KKB di Nduga dan Lanny Jaya
- RUPTL PLN Telan Dana Rp2.967 Triliun, Bahlil: Proyek Besar